Selasa, 17 April 2012

Koleksi Foto di Bali Tanpa Deskripsi

Welcome To Legian Beach. keren kan???

Welcome to Tanah Lot. tanah lotnya manaaaa??

Berpose sejenak sesaat sebelum masuk ke Nusa Dua Beach

Bukan Korban Bom Bali yang gentayangan lho....

are you ready to rock?! Hard Rock caffe Bali

hahaha, bersemedi di depan dewa wisnu... ampun wa.... haha

Senin, 16 April 2012

Pembelajaran Pra Berhitung Pada Anak Tunagrahita Sedang


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang melibatkan panca indera anak. Sehingga melalui panca indera tersebut anakcepat mendapat ilmu pengetahuannya. Sebagai contoh anak yang belajar melalui mata, anak melihat bahwa ada bunga berwarna merah, buah berwarna kuning dsb. Sedangkan melalui panca indera telinga anak akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan bunyi. Misalnya bunyi seekor katak, seekor ayam, burung dan sebagainya. Melalui panca indera telinga anak akan dapat mengidentifikasi benda. Anak yang belajar melalui indera lidah akan mengetahui berbagai rasa seperti, manis, asam, asin dan sebagainya. Melalui indera hidung anak dapat belajar bau. Ada bau wangi, ada bau menyengat, dan sebagainya. Sedangkan indra kulit anak akan merasa dingin, sejuk, panas dan sebagainya.
Berkaitan dengan uraiana di atas, sebelum anak bisa membaca dan menulis, mengerti angka dan huruf dan/atau berhitung, langkah pertama yang harus dikenalkan kepada anak-anak adalah pengenalan konsep, setelah melalui beberapa tahapan pengenalan konsep dan latihan motorik halus. Kemudian anak-anak masuk ke dalam tahap transisi dari pengenalan konsep ke angka. Selanjutnya setelah anak mengerti konsep dan angka dapat di berikan latihan atau pengayaan berhitung.
Dalam kasus lain, pelajaran matematika atau berhitung untuk sebagian siswa dianggap pelajaran yang sulit dan menakutkan. Matematika menjadi sulit karena mungkin siswa tersebut belum siap atau ada faktor lain yang berkaitan dengan cara guru matematika mengajar atau ada masalah intrinsik dalam diri siswa, misalnya ada gangguan konsentrasi, gangguan persepsi dan lain-lain. Selain itu, sudah menjadi sifat ilmu matematika bahwa di dalam proses keterampilan matematika atau berhitung itu membutuhkan kemampuan kognitif untuk berpikir logis dan analitis, “... sehinga bagi yang bermasalah dalam kemampaun kognitifnya maka akan mengalami masalah ketika belajar matematika atau berhitung” (Runtukahu, 1996:86)
Keterampilan matematika atau berhitung tetap harus dipelajari oleh setiap anak agar menjadi bekal hidupnya di masa depan, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa hampir dalam setiap kehidupan manusia membutuhkan kemampuan berhitung. Melalui keterampilan berhitung diharapkan anak mampu memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang membutuhkan keterampilan matematika atau berhitung.
Bagi anak-anak tunagrahita sedang, mereka juga perlu belajar berhitung. Namun tentunya pelajaran berhitung yang disampaikan kepada anak tunagrahita sedang berbeda dengan pelajaran matematika atau berhitung pada umumnya. Materi pelajaran berhitung bagi anak tunagrahita sedang harus lebih kongkrit dan sesuai dengan kebutuhannya. Jika sesuai dengan hal itu maka mereka pun dapat mengikuti pelajaran berhitung dengan baik.
Konsekuensi dari hal di atas dibutuhkan kreatifitas guru dalam menentukan materi pelajaran berhitung bagi anak tunagrahita sedang. Guru harus mencari materi-materi yang dapat memperkuat konsep berhitung terutama keterampilan pra syarat atau keterampilan pra berhitung.
Menurut Piaget (Mercer dan Mercer, 1989:188) “Keterampilan pra berhitung meliputi ketrampilan klasifikasi, seriasi, korespondensi, konservasi. Guru harus mengajarkan materi pra berhitung terlebih dahulu sebelum mengajarkan konsep bilangan dan perhitungan.
Guru bagi anak tunagrahita sedang sering mengeluh kesulitan mengajarkan berhitung pada anak didiknya. Mereka mengatakan sulit sekali siswanya itu memahami konsep lambang bilangan 1, 2, dan seterusnya.
Ternyata kesulitan itu terjadi karena ada beberapa keterampilan pra berhitung yang belum dikuasai oleh anak tunagrahita sedang, sementara itu konsep lambang bilangan sudah termasuk pada pengajaran pada tahap setelah pra berhitung. Maka guru akan kesulitan mengajarkan konsep lambang bilangan itu.
Kondisi seperti itulah yang banyak terjadi di lapangan. Guru kurang memahami tahapan pembelajaran dalam berhitung, pada hal tahapan itu perlu dilalui sehingga guru dapat dengan mudah menyampaikan materi dan anak/siswa pun dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan gurunya.
Proses pengajaran pra berhitung penting bagi anak agar mampu menguasai keterampilan berhitung pada tingkat berikutnya. Misalnya,  anak tidak akan bisa penjumlahan apa bila keterampilan pra syarat berhitungnya  belum terpenuhi. Berdasarkan masalah-masalah tersebut karya tulis ilmiah ini bermaksud mengkaji lebih jauh bagaimana pengajaran pra berhitung untuk anak tunagrahita sedang.

B.     Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam karya tulis ilmiah ini dibatasi oleh topik-topik sebagai berikut:
1.      Konsep dasar anak tunagrahita sedang
2.      Kemampuan pra berhitung anak tunagrahita sedang
3.      Konsep dasar pra berhitung
4.      Pengajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang

C.    Rumusan Masalah
Masalah utama dalam karya tulis ilmiah ini adalah: “Bagaimanakah pengajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang”.
Untuk menjawab masalah utama tersebut maka permasalahan yang diajukan dalam karya tulis ilmiah ini meliputi:

1.      Bagaimana konsep dasar anak tunagrahita sedang?
2.      Bagaimana kemampuan pra berhitung anak tunagrahita sedang?
3.      Bagaimana konsep dasar pra berhitung?
4.      Bagaimana seharusnya pengajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang?

D.    Tujuan
Tujuan utama dari karya tulis ilmiah ini adalah menjelaskan pengajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang. Secara khusus tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan gambaran tentang konsep dasar anak tunagrahita sedang ditinjau dari pengertian, hambatan, dan kebutuhan belajarnya.
2.      Menjelaskan pengertian pra berhitung, meliputi klasifikasi, mengurutkan dan seriasi, korespondensi, serta konservasi.
3.      Memberikan gambaran kemampuan pra berhitung anak tunagrahita sedang.
4.      Memberikan gambaran pengajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang, mulai dari perumusan tujuan, materi, metode, alat/media, pembelajaran, dan evaluasi.



E.     Manfaat
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberi manfaat, sebagai berikut:
1.      Manfaat bagi guru
a.       Dapat dijadikan salah satu acuan dalam mengembangkan materi pelajaran berhitung sesuai dengan kebutuhan anak tunagrahita sedang.
b.      Guru dapat dengan mudah menyampaikan materi dan anak/siswa pun dapat dengan mudah memahami materi yang disampaikan gurunya
2.      Manfaat bagi siswa
a.       Pengajaran pra berhitung penting bagi anak agar mampu menguasai keterampilan berhitung pada tingkat berikutnya
b.      Melalui keterampilan berhitung diharapkan anak mampu memecahkan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang membutuhkan keterampilan matematika atau berhitung
3.      Manfaat bagi pembaca
Dapat memperkaya khasanah keilmuan pendidikan luar biasa, khususnya dalam kaitan pembelajaran pra berhitung pada anak tunagrahita sedang.



F.     Sistematika Penulisan
Agar karya tulis ilmiah ini tersusun secara sistemik dan sistematik, maka sistematika diatur sedemikian rupa agar lebih jelas dan rinci. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagi berikut: Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, ruang lingkup, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan. Bab II Kajian Teori, meliputi konsep dasar anak tunagrahita sedang yang memaparkan tentang pengertian anak tunagrahita dan hambatannya. Bab III Pembahasan, meliputi kemampuan pra berhitung anak tunagrahita sedang dan pembelajaran pra berhitungnya.


BAB II
KAJIAN TEORI


Konsep Dasar anak Tunagrahita  Sedang
1.      Pengertian
Untuk memahami anak tunagrahita ada baiknya kita memahami definisi tentang anak ini yang dikembangkan oleh AAMD (American Association on Mental  Deficiency) (Kauffman dan Hallahan, 1986. Somantri, S., 2006:104) menjelaskan bahwa: “keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangannya.
Somantri, S. dalam bukunya mengelompokkan kemampuan intelegensi anak tunagrahita yang kebanyakan diukur dengan tes Standford Binet dan Skala Weschler (WISC) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita
Sumber: Blake 1976 (Somantri, S. 2006)
Klasifikasi
IQ
Stanford Binet
Skala Weschler
1.      Tunagrahita ringan
68 – 52
69 – 55
2.      Tunagrahita sedang
51 – 36
54 – 40
3.      Tunagrahita berat
32 – 90
39 – 25
4.      Tunagrahita sangat berat
>19
>24

Berkenaan dengan anak tunagrahita sedang (moderate mental retardation), menurut AAMD (Amin, 1995:22): Mereka yang termasuk dalam kelompok ini memiliki hambatan dalam kecerdasan, adaptasi sosial, bermasalah dalam pemeliharaan diri, bermasalah dalam belajar, serta dalam pekerjaan. Namun demikian mereka masih mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam bidang akademik dasar, penyesuaian sosial, dan kemampuan bekerja.

2.      Hambatan
Hambatan yang dimiliki oleh anak tunagrahita sedang dapat meliputi hambatan dalam pemeliharaan diri, penyesuaian diri, kesulitan dalam belajar dan “... kesulitan dalam pekerjaan” (Astati, 2001:11).
a.        Hambatan dalam pemeliharaan diri
Anak tunagrahita sedang kesulitan dalam mengurus diri. Misalnya bagaimana cara makan-minum, berpakaian, menjaga kebersihan diri, keselamatan, dan lain-lain.
b.        Masalah penyesuaian diri
Astati (2001:12) menyatakan “Anak tunagrahita sedang cenderung tidak dapat menyesuaikan diri dengan orang di sekitarnya”. Oleh sebab itu mereka harus dibiasakan untuk bergaul dengan orang lain di luar anggota keluarganya dan sering mengadakan orientasi lingkungan.

c.         Kesulitan dalam belajar dan pekerjaan
Berhubung kecerdasan anak tunagrahita sedang sangat terbatas, tentu akan mengakibatkan adanya kesulitan dalam belajar...”siswa-siswa dengan ketunagrahitaan juga lemah dalam berhitung,....”(Drew dan Hardman, 2004).
d.        Kebutuhan
Pada dasarnya penyandang tunagrahita memiliki kebutuhan yang sama dengan anak-anak pada umumnya, tetapi karena keterbatasan yang dimilikinya mengakibatkan mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Astati (2001:12) menjelaskan kebutuhan yang dimaksud antara lain adalah “Kebutuhan fisik, kebutuhan akan penghargaan, rasa aman, rasa percaya diri, komunikasi, disiplin, berkelompok, kebutuhan akan pendidikan dan pekerjaan”. Selain kebutuhan-kebutuhan itu, anak tunagrahita sedang juga “Membutuhkan kehidupan beragama, bersosialisasi, perlindungan hukum, dan kebutuhan dasar lainnya (Sunardi dan Sugiarmin, 2006:45).
Jadi pada dasarnya anak tunagrahita sedang memiliki kebutuhan yang sama, mulai dari kebutuhan dasar hingga kebutuhan yang bersifat tambahan/pelengkap. Hanya saja, mereka ini ketergentungan pada lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan ini sangat tinggi.

BAB III
PEMBAHASAN


A.    Kemampuan Pra Berhitung Pada Anak Tunagrahita Sedang
Bentuk hambatan belajar yang berkaitan dengan keterampilan berhitung meliputi semua aspek keterampilan berhitung, mulai dari pengenalan konsep bilangan dan lambang bilangan hingga operasi hitungan.  Anak tunagrahita sedang mengalami kesulitan pada semua aspek keterampilan berhitung disebabkan kecerdasannya yang sangat terbatas sehingga mereka kesulitan untuk mempelajari hal-hal yang bersifat akademik, diantaranya keterampilan berhitung.
Akan tetapi, bukan berarti lemah dalam aspek akademik lalu mereka tidak bisa berprestasi baik dalam kegiatan-kegiatan sekolah lainnya. Dengan latihan yang rutin terutama dalam hal-hal yang sifatnya non akademik dan sederhana, mereka masih dapat dilatih dan dapat melakukannya dengan baik (Rahardja, 2006).
Meskipun mereka mengalami hambatan dalam keterampilan berhitung, anak tunagrahita sedang masih dapat dikembangkan potensi/kemampuan berhitungnya melalui penguasaan keterampilan pra berhitung.



B.     Pembelajaran Pra Berhitung
Membuat perecanaan untuk generalisasi dan membuat konsep-konsep yang abstrak menjadi lebih kongkrit merupakan beberapa strategi penting dalam pembelajaran bagi mereka. Seperti halnya beberapa siswa memerlukan krikulum kecakapan hidup dan akademik fungsional, sementara yang lainnya mengikuti kurikulum pendidikan umum. Adanya beberapa pilihan tersebut menggambarkan adanya praktek pembelajaran yang direkomendasikan.
Pembelajaran pra berhitung dalam karya tulis ilmiah ini berdasarkan pendapat Piaget (Mercer dan Mercer, 1989:188) bahwa ‘Pembelajaran pra berhitung meliputi klasifikasi, seriasi, korespondensi, dan konservasi’.

1.      Klasifikasi (Mengelompokkan)
Piaget (Mercer dan Mercer, 1989:188) mengatakan bahwa:
Klasifikasi adalah satu dari banyak kegiatan-kegiatan intelektual dasar yang harus dikuasai sebelum belajar bilangan. Klasifikasi melibatkan hubungan persamaan, perbedaan, dan pengkategorisasian (categorizing) obyek menurut sifat-sifat khususnya. Sifat khusus ini dapat berupa warna, bentuk, ukuran, dan berat.



Contoh mengelompokkan warna:
Kelompokkanlah bola yang berwarna merah!


 






Contoh mengelompokkan bentuk
Kelompokkan bentuk lingkaran!





Contoh mengelompokkan berdasarkan ukuran
Kelompokkan segitiga yang berukuran lebih kecil





Anak pada umumnya menguasai klasifikasi pada usia 5-7 tahun, namun pada anak tunagrahita sedang pencapaiannya pada usia yang lebih tua dari itu. Anak tunagrahita sedang lebih lambat menguasai konsep klaisifkiasi ini karena hambatan mental yang dimilikinya. Pada tahapan awal mereka hanya mampu membedakan 2 bentuk atau dua warna, itu pun dengan perdebdan yang sangat ekstrim. Pada tahap ini mereka belum bisa menyebutkan nama bentuk atau warna yang harus dikelompokkan tersebut.

2.      Ordering (Mengurutkan) dan Seriasi (Menyusun)
Mengurutkan (ordering) adalah kemampuan mengurutkan obyek berdasarkan tipe atau pola tertentu sehingga ada pemetaan hubungan dari  urutan. Misalnya, anak mengurutkan obyek berdasarkan pola warna atau pola bentuk
Contoh:
Mengurutkan pola warna (3 pola warna)


 

                                            . . . . . . .


Mengurutkan pola bentuk

                                               . . . . . .
                                                      
Sedangkan seriasi adalah “Menyusun obyek berdasarkan ukurannya mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi atau dari yang terkecil sampai yang terbesar” (Homdijah, 2004:193).
Contoh:
Mengurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar





Ordering dan seriasi menjadi aspek pra berhitung karena berkaitan dengan sifat bilangan dalam aritmatika/berhitung yang memiliki sifat keteraturan yang disusun secara terpola dan berurut. Buktinya, yaitu bilangan itu di susun mulai dari nilai yang terkecil sampai yang terbesar: 1 kemudian 2, setelah 2, 3 dan seterusnya (1, 2, 3, 4, dan seterusnya). Urutan bilangan itu pun berseri. Satu seri terdiri dari sepuluh bilangan dan disusun dari yang terkecil sampai yang terbesar. Misalnya, 1 sampai 10, 11 sampai 20 dan seterusnya.
Tahapan ini merupakan tahapan yang lebih rumit dibandingkan tahapan sebelumnya. Jika anak tunagrahita sedang belum menguasai tahapan klaisifikasi maka tahapan ordering dan seriasi akan sulit untuk dikuasai. Tahap awal ordering bagi anak tungrahita sedang adalah dengan mengurutkan benda kongrit yang jumlah tidak terlalu banyak dan perbedaannya harus ekstrim.

3.      Korespondensi  (Menilai jumlah dua obyek yang berbeda)
Pengertian korespondensi menurut Mercer dan Mercer (1989:189) adalah:
Keterampilan memahami bahwa jumlah satu set obyek pada suatu tempat adalah sama banyaknya dengan satu set obyek pada tempat yang lain tanpa menghiraukan karakteristik obyek tersebut.
Contoh pada aspek  ini misalnya; (a) anak menilai jumlah dua obyek yang berbeda (misalnya 3 pensil dengan 3 penghapus ); (b) menghubungkan antara isi/nilai dengan lambang bilangan (gambar dua telur dihubungkan dengan lambang bilangan 2, gambar empat  buah jerukl dihubungkan dengan lambang bilangan 4).
Contoh:
Menilai jumlah dua objek yang berbeda



3 Pensil

3 Penghapus





Menghubungkan isi/nilai dengan lambang bilangan
2=

4=


Keterkaitan aspek korespondensi dengan keterampilan berhitung adalah menanamkan konsep pada anak bahwa adanya hubungan antara isi/nilai dengan lambang bilangan, sehingga anak mampu menghubungkan antara isi dan lambang bilangan. Meskipun lambang bilangan itu ditulis besar-besar tetapi isi/nilainya tetap. Lambang bilangan 1 artinya memiliki isi/nilai satu. Oleh karena itu dalam korespondensi ini pun anak dilibatkan dalam aktifitas menghubungkan antara lambang bilangan dengan isi/nilainya.
Bagi anak tunagrhita sedang dalam menilai jumlah obyek yang sama tapi ukuran obyek itu berbeda maka pada tahap awal mereka harus mampu menunjukkan jumlah obyek yang lebih banyak  atau sebaliknya.

4.      Konservasi
Konservasi adalah “Banyaknya obyek dalam satu tempat atau satu kelompok akan tetap konstan meskipun letaknya berubah” (Mercer dan Mercer, 1989:189).
Tahapan ini merupakan tahapan yang paling rumit dan tahapan yang paling tinggi. Anak tunagrahita akan mampu menguasai tahapan ini jika obyek yang digunakan benar-benar ekstrim perbedaannya.

C.    Pembelajaran Pra Berhitung Pada Anak Tunagrahita Sedang
1.      Asesmen
Asesmen adalah proses yang sistimatis dalam mengumpulkan data seseorang anak  yang berfungsi untuk melihat  kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu. “Mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan  untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut” (Mcloughlin dan Lewis, 1986:3).
Jadi asesmen adalah proses pengumpulan data untuk mengetahui kemampuan dan hambatan dalam pembelajaran anak, sehingga dari data tersebut dapat diambil keputusan untuk menentukan program pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
Contoh asesmen:
a.      Kalisifikasi
1)      Simpan bola yang berwarna merah ke dalam keranjang merah dan bola berwarna hijau ke dalam keranjang hijau.
2)      Pisahkah bola-bola kecil dengan bola-bola besar


b.      Seriasi dan ordering
1)      Urutkan  balok yang paling besar sampai yang paling kecil!
2)      Susunlah seperti contoh
. . . . .

c.       Korespondensi
1)      Mana yang lebih banyak?
2)      Mana yang lebih sedikit?
3)      Mana yang paling besar?
4)      Mana yang paling kecil?

2.      Merencanakan program pembelajaran
Di dalam merencakan program pembelejaran pra berhitung ini ditentukan tujuan, materi, metode, dan evaluasi.
a.      Tujuan
Merumuskan menggunakan kata operasional sehingga kemajuan anak dapat diukur.
b.      Materi
Materi disusun dari yang mudah menuju yang sulit sehingga tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai, sesuai dengan kebutuhan anak.


c.       Metoda
Metoda demonstrasi dan tanya jawab adalah cara yang efektif. Melalui contoh kongkrit anak tunagrahita akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan.
d.      Evaluasi
Bentuk evaluasi bagi pembelajaran pra berhitung ini adalah tes kinerja. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa dan efektifitas pembelajaran.
e.       Alat/media pembelajaran
Media pembelajaran yang sesuai dengan materi dan menggunakan alat/bahan yang murah dan mudah didapat.

3.      Pelaksanaan Pembelajaran
Di bawah ini akan diuraikan contoh-contoh kegiatan pembelajaran pra berhitung bagi anak tunagrahita sedang.
a.      Klasifikasi
1)      Tujuan : Anak/siswa mampu mengelompokkan bentuk geometri (lingkaran, bujur sangkar  dan segitiga).
2)      Materi  : Mengelompokkan bentuk lingkaran dan segitiga.
3)      Alat/media pembelajaran : gambar bentuk-bentuk geometri (lingkaran, bujur sangkar  dan segitiga), benda kongkrit dfi sekitar kelas
4)      Kegiatan Pembelajaran:
Guru menyiapkan beberapa lembar kertas yang telah diberi gambar bentuk-bentuk geometri, seperti lingkaran, bujur sangkar, dan segitiga dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna.

Kegiatan Klasifikasi
Guru memberikan lembar kertas yang telah diberi gambar bentuk-bentuk geometri, seperti lingkaran, bujur sangkar, dan segitiga dalam berbagai bentuk, ukuran dan warna kepada masing-masing siswa. Kemudian anak disuruh mengelompokkan gambar bentuk-bentuk geometri tersebut.
(a)      Guru: Amatilah gambar itu!
(b)      Guru: Lingkarilah gambar-gambar itu menurut bentuknya!
(c)      Guru: Silanglah gambar-gambar itu menurut warnanya!
(d)     Guru: Apakah gambar-gambar itu berwarna sama? Apabila anak menjawab ”tidak” maka pertanyaan  dapat dikembangkan  dengan mencari  warna yang sama dengan warna-warna yang ditanyakan dengan menggunakan  benda-benda di sekitar kelas
(e)      Guru ”Apakah gambar-gambar itu mempunyai bentuk yang sama?” Apabila anak menjawab ”tidak” maka pertanyaan  dapat dikembangkan dengan menggunakan bentuk-bentuk benda yang ada di sekitar kelas.
(f)       Guru dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan seperti pada (d) dan (e).

b.      Ordering dan Seriasi
1)      Tujuan: Anak/siswa mampu mengurutkan dari yang paling pendek ke yang paling panjang dan dari yang paling kecil ke yang paling besar.
2)      Materi:
·         Mengurutkan pola bentuk geometri.
·         Mengurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar.
3)      Alat/media pembelajaran: lidi dan kancing
4)      Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan ordering:
Guru meminta anak untuk melakukan kegiatan seperti di bawah ini:
(a)    Bermain pola dengan bentuk geometri
(b)   Mengurutkan pola berikut ini
    . . . .




Kegiatan  Seriasi:
Guru menyediakan sejumlah  lidi yang sama. Setiap  lidi memiliki ukuran yang berbeda. Kemudian anak diminta  untuk menyusun lidi itu dari yang terpendek sampai yang terpanjang atau dari yang terpanjang ke yang terpendek.


 






c.       Korespondensi
1)      Tujuan: Anak/siswa mampu menghubungkan jumlah suatu benda dengan benda lain yang sesuai.
2)      Materi: Menghubungkan antara jumlah benda dengan benda lain yang memiliki jumlah yang sesuai
3)      Alat/Media pembelajaran: kartu gambar,benda kongkrit, miniatur, dan lain-lain.
4)      Kegiatan Pembelajaran:

Kegiatan Korespondensi 
Melakukan kegiatan yang jumlah suatu benda dengan benda  lain yang memi;liki jumlah sesuai, misalnya anak diminta menarik garis dari gambar tiga buah bola ke  gambar benda lain yang sesuai jumlahnya.

Guru: Tariklah garis dari gambar ke lambang bilangan yang sesuai!







 





















 

d.      Konservasi
1)      Tujuan: Anak/siswa mampu memahami konsep jumlah/isi benda tidak berubah meskipun wadah atau tempatnya berbeda.
2)      Materi: Isi/jumlah tidak berubah               
3)      Alat/Media pembelajaran: gelas dan air
4)      Kegiatan Pembelajaran:


Kegiatan Konservasi
Guru menyediakan  dua buah gelas satu yang tinggi  dan satu berukuran pendek, kemudian guru mengisi tiap gelas dengan air yang sama banyak (di hadapan anak) kemudian guru memindahkan isi pada gelas yang pendek  kedalam mangkok


 






Guru: Apakah air didalam gelas yang satu sama banyaknya dengan air yang ada dalam mangkok?
Kemudian guru menjelaskan kepada siswa bahwa meskipun tempanya berbeda-beda tetapi volume/isinya tetap sama.

e.       Evaluasi
Evaluasi harus berpedoman pada tujuan pembelajaran. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan belajar siswa dan efektifitas pembelajaran. Bentuk evaluasi bagi pembelajaran pra berhitung ini adalah tes kinerja. Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati dan menilai langsung pekerjaan anak pada setiap tahap pembelajaran.




Contoh evaluasi:
1.      Klasifikasi
a)      Kumpulkan/kelompkkan benda ini berdasarkan warna!






b)      Kumpulkan benda-benda ini berdasarkan bentuknya!





2.      Ordering dan seriasi
a)      Urutkanlah mulai dari yang paling kecil hingga yang paling besar!


 





b)      Lengkapilah pola warna berikut ini!




3.      Korespondensi
Tariklah garis dari gambar bola ke gambar yang sesuai jumlahnya!


























 









4.      Konservasi
Apakah air didalam gelas yang tinggi sama banyaknya dengan air yang ada dalam mangkok?
 



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa anak tunagrahita sedang masih mampu belajar berhitung yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan menyangkut langsung dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Pembelajaran berhitung bagi anak pada umumnya sudah dianggap sulit apalagi oleh anak tunagrahita sedang, oleh karena itu dibutuhkan suatu pembelajaran yang bertahap; mulai dari pra berhitung sebagai dasar bagi penguasaan keterampilan berhitung, mulai dari yang sederhana sampai ke tahap yang rumit.
Melalui pembelajaran pra berhitung, anak tungrahita sedang akan memperoleh pengalaman nyata sehingga akan tertanam konsep berhitung pada diri mereka bahwa berhitung itu penting dan berguna bagi kehidupannya.

B.     Saran
Melalui saran-saran di bawah ini diharapkan dapat membantu semua pihak dalam rangka meningkatkan kemampuan pra berhitung anak tunagrahita sedang. Adapun sara-sarannya sebagai berikut:
1.      Sebelum melakukan pembelajaran pra berhitung harus dilakukan asesmen terlebih dahulu, agar diperoleh informasi yang berkaitan dengan kemampuan awal anak dalam pra berhitung.
2.      Sumber material atau alat peraga dapat menggunaka benda-benda yang ada di sekitar kita.
3.      Orangtua seharusnya menjalin komunikasi yang baik dan intens dengan guru kelas mengenai perkembangan kemampuan pra berhitung anaknya dan sekaligus menanyakan cara-cara mengajarkan pra berhitung di sekolah supaya sejalan dengan cara belajar yag dilakukan di rumah.













DAFTAR PUSTAKA


http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_0610307_chapter2.pdf
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_plb_0610307_chapter3.pdf
Rahardja, Dj. (2006). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Japan: University of Tsukuba.
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama
Universitas Pendidikan Indonesia. (2007). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.